• My tweets

BABAD KERATON YOGYAKARTA GKR PEMBAYUN

               Atas rahmat Allah SWT yang telah memberikan bisikan atau ilham sehingga tulisan ini berhasil di wujudkan. Segala hal dan pihak-pihak yang merasa tersinggung dengan tulisan ini saya serahkan kepada Allah SWT.  Berikut saya sampaikan ilham dari Allah SWT :

               Keduanya berjalan perlahan, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun dan sang Dewi, sekian lama mereka bertemu, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tiada jelas melihat, kepada wujud Ratu Wanita, tadi terlihat bagai wanita tua. Sekejap nanti Dyah Ayu wujudnya berubah, kembali terlihat sangat menarik hati, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun terpesona dalam hati, menyaksikan wujud bagaikan Dewi Ratih, senantiasa saling mencuri pandang, antara Gusti Kanjeng Ratu Pembayun dan Sang Dewi. Sesampanya di istana, Ratu Wanita dan Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, saling melepas genggaman tangan lantas duduk, naik di atas ranjang keemasan, Jeng Ratu menggeliat, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun terus melirik. Kepada wujud Jeng Ratu, terpikat dalam hati, mendadak teringat, jikalau Ratu Wanita bukanlah sejenis manusia, seketika dialihkannya perhatian untuk melepaskan diri dari hasrat, dengan berkeliling melihat-lihat keasrian istana. Mendapati pemandangan asri, sebuah ranjang kencana berasal dari jaman dulu, saat terjadi perebutan, antara Gathutkaca dan Kera Putih, berkelahi di angkasa, ranjang terlempar ke samudera. Jatuh di tengah-tengah samudera raya, yang dikuasai oleh Jin, tampak juga halaman yang tertata asri, yang ditebarani intan indah dan megah, biduri mutiara merah delima, emas dan jamrud berwarna-warni. Lantainya-pun dihiasi, dengan emas yang dibuat begitu indah, dan diselingi hiasan dari kencana, serta ditambah perak putih dipinggirnya, dibentuk berwujud bunga-bunga mekar, indah terukir gemerlap. Terlihat sejuk berkilauan, hiasan ranjang tersebut, sinarnya menggapai angkasa, gemerlapnya hiasan megah, membuat redup cahaya matahari, tersaingi keindahan istana. Gapuranya besar dan tinggi, puncaknya berhias intan yang indah, bersinar memancarkan cahaya, bagai sinar matahari, jika malam seperti siang, siang maupun malam tiada beda.

Cukup sudah menikmati keindahan istana, nampak Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, terus dikuntit Sang Ratu Wanita, yang tidak mau berjauhan terus mengikut dibelakang, tak mau berpisah bagai pasangan abadi, Sang Ratu Wanita berbuat demikian agar supaya mendapatkan cinta.

Apabila diperhatikan wajah Sang Ratu, sudah berubah bagai seorang hapsari surga, sudah benar-benar bagai Sang Dyah Wilutama, seperti cahaya manakala disaksikan, dan setiap gerakannya sangat memikat birahi, kecantikannya benar-benar menawan hati.

Kesaktian Sang Ratu dalam merubah wujud, sehari mampu berubah wujud tujuh kali, kecantikannya tiada cacat, kadang terlihat sangat-sangat tua, manakala muncul matahari, terlihat Sang Dyah bagai perawan suci. Apabila tengah memberi perintah, menakutkan bagaikan seorang janda yang kehilangan anaknya karena mati, ketika menjelang pagi hari, wujud seperti bidadari, saat matahari sepenggalah bagai putri Dyah dari Kerajaan Ngurawan, seorang pemudi yang tetap cantik walau sedang bersusah hati. Ketika menjelang tengah hari Sang Kusuma Ayu , mirip putri dari kKerajaan Kedhiri, ketika matahari condong ke barat bagai Dewi Banowati, ketika menjelang asar bagai Dewi Ratih, genap tujuh kali sehari, apabila malam hari sangat-sangat tua sekali. Dan lagi dianugerahi kesaktiaan yang lebih, melebihi sesama Jin, mampu merubah diri seribu wujud, berwujud laki-laki pun bisa, oleh karenanya disegani diseluruh dunia, karena sangat saktinya Sang Dewi.

Siapa yang tidak tunduk, seluruh mahluk halus di pulau Jawa, para Raja-nya sudah takluk semua, kepada Ratu Kidul menganggap orang tua, ditakuti dicintai dan menjadi tempat mengabdi, diberi persembahan setiap tahun. Penguasa Gunung Merapi dan Gunung Lawu, tunduk kepada Penguasa Samudera, Penguasa Pace dan Nglodhaya, Penguasa Gunung Kelut dan Gunung Wilis, Penguasa Tuk Sanga dan Bledug, bahkan Ratu Kuwu pun mengabdi. Penguasaa Wringin Pitu dan Wringin Rubuh, Penguasa Wringin Uwok dan Wringin Putih, yang berada di Landheyan dan Hutan Roban, semua telah takluk kepada Penguasa Samudera, Penguasa Kabareyan Penguasa Tegal Layang, Penguasa di Pacitan dan Penguasa Kahyangan Dlepih. Merata yang ada di seluruh Jawa, para Raja dari dhemit (mahluk halus), semua menghaturkan persembahan pengabdian, hanya daerah Galuh yang tidak takluk, karena dikuasai Kerajaan Guwatrusan, yang diperintah oleh Raja Krendhawahana.

Dyah Ratu Kidul, bersama Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, tengah menikmati makan bersama, dihidangkan juga minuman keras dan minuman yang manis, yang melayannya adalahi para wanita cantik, lengkap dengan busana mereka yang indah. Para penari bedhaya maju kedepan, alunan gending Semang berbunyi nyaring, membuat terhanyut perasaan bagi yang melihat, gemulai tarian menawan hati, banyak macam gerak tarian, berbagai tarian yang indah semua. Gusti Kanjeng Ratu Pembayun terpesona melihatnya, melihat gerakan Dyah yang tengah ikut menari, gerakannya menyatu seiringin alunan gamelan, ditambah untaian merdu bunyi gamelan yang menentramkan hati, hingga lama terpesona, melihat wujud para Dyah yang cantik-cantik. Tiada lagi yang diingini, hanya Ratu Wanita semata, hasrat hati semakin membara, karena hanya Sang Dyah yang paling cantik, dibandingkan dengan para penari yang lain, cahayanya bagaikan cahaya emas yang murni.

Hasrat hati coba untuk dia tutupi, tiada begitu mengumbar tatapan mata, tiada henti terus menahan hasrat, demikianlah Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, terus mengingatkan diri bahwa bukan dari jenis manusia, sesungguhnya Dyah Ratu itu adalah sebangsa Jin. Teringat seketika, keinginannya yang semakin menjadi, tidak akan terlaksana kehendaknya untuk menguasai dunia jika dia tetap berada di istana ini, akan tetapi Ratu Wanita bisa membaca, apa yang tengah dipikirkan Gusti Kanjeng Ratu Pembayun.

Gusti Kanjeng Ratu Pembayun agar supaya melupakan negaranya, dan kerasan tinggal didalam samudera. Terlontar senyum Sang Dewi, sembari menundukkan kepala seolah tiada peduli, namun sesungguhnya hati Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tergetar dibuatnya. Mendapati lirikan manja Ratu Kidul, berdebar tiada menentu hatinya, lantas berkata pelan, Duh cantik sesungguhnya keinginanku sekarang, sudah terlalu lama aku menyaksikan, keindahan istana ini. Akan tetapi tempat tidurmu aku belum melihatnya, bagaimanakah wujudnya? Sang Ratu Kidul menjawab,  “Tidak bagus wujudnya, jika ingin melihat silakan, karena sesungguhnya ranjang tersebut tiada yang memiliki, selama ini saya bagaikan sekedar menjadi penjaga ranjang semata.”

Segera mereka beranjak bersama, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun dan sang Ratu Dewi, masuk ke tempat tidur yang nyaman, keduanya pelahan duduk, diatas permadani yang indah, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun kagum melihatnya. Bermacam-macan hiasan Sri Kumendhung terpajang, sungguh bagai surga yang berpindah tempat (ke bumi), Sang Dyah berkata kepada Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, Inilah keadaannya, tempat tidur seorang janda yang kesepian, sunyi seolah tiada yang memiliki. Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tersenyum bisiknya manis,  “ Kamu terlalu merendah sayang, kamu bilang dirimu seorang janda, padahal sesungguhnya lebih dari itu, seluruh istana para Raja, tiada menandingi istanamu. Bahkan hiasan Sri Kumendhung, baru kali ini aku melihatnya, ditambah tempat tidur yang sangat indah, sesuai benar dengan pemiliknya, sangat cantik dan sangat menarik, sungguh pandai sekali kamu menatanya. Menjadi malas aku untuk pulang, ke negeri Mataram, terpesona setelah menyaksikan istana, tapi kekuranganmu hanya satu, istana seindah ini tiada seorang pria-pun yang mendampingimu, apabila memiliki seorang pria pendamping itu lebih bagus lagi. Seorang wanita yang cantik, seharusnya didampingi oleh laki-laki yang tampan, yang setia dan bisa membimbing seorang istri, sedang sang wanita patuh kepada suami, dan suka memiliki banyak anak. “ Gusti Kanjeng Ratu Pembayun dilirik tajam dengan lirikan manja.

Sang Dyah lantas sengaja duduk dengan menundukkan kepala, sembari tersenyum ujarnya lembut, “ Lebih baik tidak ada lelaki, apa keuntungannya menikah dengan lelaki ? Lebih enak merawat diri sendiri, tidak ada yang membuat kerepotan. Lebih enak tidur bergulingan, diatas ranjang dengan hanya ditemani guling, dan tidak harus dilayani melayani siapapun. “

Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tersenyum dan berkata, “ Benar apa yang kamu katakan, memang lebih enak sendirian. Hanya yang membuat aku menjadi heran, ada seorang yang tengah sendirian ditepi pantai, seorang wanita yang sangat menghiba hati, tengah berjalan menghibur diri dipinggir pantai, malahan digandeng dengan paksa, dibawa mampir ke dalam istana. “

Kanjeng Ratu Kidul malu mendengar ucapan tersebut, benar-benar mengena dihatinya, seketika dicubitnya Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, melirik manja sembari tersenyum dan tak dapat berkata apa-apa, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun terpikat hatinya, lantas berucap lirih, “ Lebih gampangnya oh permata hatiku, kedatanganku di tengah samudera ini, karena aku tengah menderita sakit, sudah lama tak mendapatkan obat, bagaimana caranya, mengobati sakit cinta? Berkeliling dunia aku telah berusaha, mencari obat penyembuh, tiada lain hanya engkau oh permataku, yang pantas disebut sang tabib, karena mampu mengobati sakit cintaku, dengan kasih tulusmu kepadaku. “

Sang Dyah sengaja cemberut, tahu maksud Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, tahu watak wanita Jawa yang suka bermani-manis merayu, dalam hati Sang Dewi berkata, ” Ini orang hanya bermanis-manis dimulut saja, perkiraanku pasti tidak salah. Meminta obat katanya? Padahal bukan sakit cinta maksud dia sesungguhnya, tapi sakit karena berkeinginan besar untuk menjadi seorang Ratu, segan karena harus berhadapan dengan para sesepuh dan tradisi yang sudah ratusan berjalan, yang sudah menganggap wanita tidak berhak menjadi penguasa di Mataram. “

Akhirnya Ratu Kidul berkata, “ Apa kekurangan dari Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, yang duduk di Mataram, sehingga harus berkelana ditepian samudera, tidak bisa aku memberikan obat penyembuh, kepada yang tengah sakit hatinya. Sungguh saya bukan dukun, api cinta dalam hati, tidak akan menyebabkan kematian bukan? Bukankah Gusti Kanjeng Ratu Pembayun bakal menjadi Ratu Keraton Ngayogyakarta selanjutnya ? Selama ini dalam kesendirian saya, memang ingin memiliki seorang suami, yang bisa membantu mengabdikan diri kepada kerajaan di Laut Selatan ini, bagaimanapun juga pengabdian seorang wanita sebagai Ratu, tak akan mampu menyamai seorang pria, karena terjerat oleh kemben busana kewanitaannya. Namun apabila memang dibutuhkan serta diijinkan mendampingi, maka saya rela melayani Gusti Kanjeng Ratu Pembayun dari Mataram. Keadaan jaman sudah berubah. Sesama wanita tentu lebih mengerti yang diinginkan luar dalam. “

Semakin tak bisa menahan hasrat, digenggamnya tangan Sang Dyah dengan lembut.   “  Jari jemari hamba kecil dan rapuh bagai daun kelor, kalau sampai putus siapa yang akan mengganti, walaupun Manusia Agung dari Mataram, tidak akan mungkin bisa menciptakan jari-jemari, “ ujar Ratu Kidul. Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tersenyum pelan bisiknya, “ Jangan marah cantik. Aku menggenggam tanganmu, jangan salah sangka, hanya ingin melihat cincin yang kamu kenakan. “ Ratu Dyah berkata lirih, “ Kalau memang hanya ingin melihat cincin yang hamba kenakan, dari kejauhan sebetulnya bisa kan? Pasti Kanjeng Ratu berbohong, hanya berpura-pura menggenggam jari, padahal menginginkan sesuatu yang lain, terlihat jelas gemetaran, sebelum terlanjur jauh, berikanlah hamba janji cinta yang bisa meyakinkan hamba. “

Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tersenyum lantas bernyanyi, suaranya merayu merdu menghanyutkan hati, Ratu Wanita terpikat kepada sang Gusti Kanjeng Ratu Pembayun. Cintanya meluap, senyum manisnya memabukkan, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun luluh hatinya.

Ratu Wanita dari Laut Kidul ditarik lembut, dipangku dengan mesranya, Sang Dyah tidak menolak, apa yang diinginkan hati Gusti Kanjeng Ratu Pembayun hasrat alami seluruh makhluk, yang diimpikan sekarang terwujud. Bagaikan keinginan Sang Hyang Wiku, yang menguasai seluruh alam, begitulah Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tiada yang bisa menghalangi kehendaknya, terhanyut kecantikan Ratu Wanita, terus ditatapnya dia yang ada dipangkuan, bagai melihat boneka cantik yang indah. Digandengnya menuju ketempat tidur, ditutuplah kelambu, sang Gusti Kanjeng Ratu Pembayun melepaskan hasrat, bagaikan kumbang, yang menikmati bunga yang tengah mekar, menikmati sari yang berada ditengah kuncup kelopak bunga gading.

Jin Perayangan dan Makhluk halus, diluar berebut ingin mengintip, ingin melihat Gusti-nya yang tengah memadu hati, terdengar suara mereka berbisik berisik, ketika Sang Dyah terkena senjata, tak terasa merintih mengaduh lirih.

Terkejut kesakitan manakala tertimpa hasrat, Sang Dyah pecahlah mahkotanya, menyemburat membasahi tempat tidur, berpautan erat jatuhlah sari-sari kenikmatan, tercium bau wangi membersit, mengiringi pecahnya mahkota penguasa istana samudera.

Maka terbaring lemaslah Sang Dyah diatas ranjang wangi, seolah tanpa kekuatan, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun iba melihatnya, dipeluknya Sang Dyah, dibopong menuju tempat mandi, sehabis mandi keduanya duduk berdampingan.

Sang Dyah tiduran diatas pangkuan sang Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, tiada henti-henti terus dicium, oleh Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, mengerang mendesis Sang Retna Adi , berpelukan erat keduanya, dipenuhi kenikmatan asmara yang indah.

Singkat diceritakan, kedua insan yang tengah memadu hasrat, hingga sampai tujuh hari, keberadaan Gusti Kanjeng Ratu Pembayun didalam samudera, genap tujuh hari berkehendak untuk pulang, kembali ke negara Mataram, Keraton Ngayogyakarta.

Gusti Kanjeng Ratu Pembayun bersabda dengan berat hati, “ Aduh Gusti Ayu, emas merahku, semoga kamu senantiasa bahagia, aku pamit hendak pulang ke Mataram, sudah terlampau lama berada di istana samudera, pastilah aku dinanti-nantikan. Oleh rakyatku di Mataram. “ Ratu Wanita begitu mendengar, bahwa Gusti Kanjeng Ratu Pembayun berpamitan hendak pulang ke negerinya, seketika meluap kesedihannya, air matanya keluar deras. Belum puas hasrat hati, kepada kekasih hati yang dicintainya, segera beranjak pelan dari pangkuan, berat dia berkata, “ Betapa indah rasanya, apabila cinta bisa berimbang saling memberi. Cinta ini akan terasa lebih sempurna, apabila aku bisa memenuhi, dan memberikan apapun yang dikehendaki, pasti akan berguna apabila aku bisa membantu. “

Gusti Kanjeng Ratu Pembayun menyadari apabila Sang Ratu Kidul tengah berniat dalam hati untuk membantunya, hal itu tampak dari ucapannya. Pelan-pelan melepas kain setagen (, berhias bunga-bunga emas, Sang Dyah segera dipeluk, dibawa berkeliling, menikmati indahnya taman, sembari terlantun kidung Mijil. “Aduh emas merahku janganlah gundah dihati, buktikanlah, aku tidak akan lupa kepadamu, dari hidup sampai mati, pengabdian cintaku, tulus dan murni. Walaupun aku punya suami, besarnya cintaku hanya untukmu, yang menjadi cinta utamaku, hanya kamu Gusti Ayu, aku benar-benar tergila-gila. Tidakkah kau rasakan besarnya hasratku diatas ranjang kepadamu, tak lepas-lepas aku memangkumu, hanya saja aku meminta buktikan cintamu, pastilah aku akan tetap menderita sakit, yang tak mendapatkan penyembuhan, hanya kamu obat penyembuhku. Lenyapkanlah gundahnya hati yang menderita, sungguh aku nantikan, walau harus aku menunggu disini, aku akan melakukannya, akan tetapi bagaimana  dengan para rakyatku ? “

Bagaikan tertusuk jarum pemintal hati Ratu Wanita, terperangah oleh kata-kata, ucapan Gusti Kanjeng Ratu Pembayun yang manis, merebaklah cinta Sang Dewi sepenuhnya, kepada Gusti Kanjeng Ratu Pembayun. Pelahan dia berkata, “ Turunkan aku Pangeran. “ Sang Dewi telah turun dari pangkuan, pelan duduk berjajar, berkata lagi Sang Dyah kepada Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, “ Mohon maafkan hamba karena telah berani.  Tiada lain permintaan hamba, hanyalah kesungguhan cinta, jangan sampai terputus hingga anak cucu Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, seterusnya menjadi kekasihku. “

Gusti Kanjeng Ratu Pembayun memeluk sembari berkata, dan memangku kembali, ” Baiklah emas merahku janganlah ragu, kelak pasti akan terjadi. “   Sang Dyah berkata, “ Terima kasih Gusti Kanjeng Ratu Pembayun apabila tengah menghadapi bahaya, ditengah peperangan, agar  supaya saya bisa secepatnya membantu. “

Sang Dyah mendekatkan wajahnya kepada Gusti Kanjeng Ratu Pembayun sembari pelan memberikan petunjuk, sebagai akhir pertemuan mereka, “ Bersendekaplah sembari menahan nafas, jejakan kaki ketanah sebanyak tiga kali, pastilah hamba akan datang, bersama para prajurid makhluk halus. “

Gusti Kanjeng Ratu Pembayun telah memahami semua petunjuk, setelah itu Sang Dewi, memeluk erat-erat Gusti Kanjeng Ratu Pembayun. “ Aduh Gusti Kanjeng Ratu Pembayun jika bersedia, memenuhi permintaan hamba, tundalah kepulangan Gusti, menurut hamba belum saatnya, bagaimana dengan saya nanti, apabila paduka pulang sekarang? “

“ Aduh emas merahku, cinta kasihku sudah jelas kamu buktikan, bahkan petunjukmu telah aku terima, bagaimanapun juga aku memaksakan diri untuk pamit, berpisah dengan engkau emas merahku. Jangan tersedihkan oleh karena rindu emas merahku, relakanlah aku, pulang ke Kerajaan Mataram, tidak akan lama aku pasti kembali, ke Istana Samudera, menemui engkau oh emasku. Sungguh sebenarnya tidak tahan aku, berpisah dengan emasku, hanya karena berat tanggung jawab seorang Ratu yang memiliki rakyat. “ Sang Dyah menjatuhkan kepala ke pangkuan dan berkata, “ Jangan terlalu lama oh Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, segeralah kembali.

Dan pada akhirnya waktu perpisahan tiba, segera keluar Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, Ratu Kidul melepas kepulangannya, beriringan sembari bergandeng tangan, tiba di Srimenganti, segera Gusti Kanjeng Ratu Pembayun berkata manis, “ Sudah cukup aku terima bakti cintamu kekasihku, dengan mengantarkan kepergianku, sebelum berpisah aku minta bukti cintamu sekali lagi, sebagai tumbal terampuh untuk mengobati kerinduanku. “ Sang Dyah menuruti, permintaan Gusti Kanjeng Ratu Pembayun. Segera pasrah menyediakan bibir indahnya, bertaut bibir dan gigi pelan, gemas digigit bibir ranumnya, Sang Dyah terkejut namun segera membalas ciuman, selesailah yang tengah dimabuk cinta, lantas berpisah.

Gusti Kanjeng Ratu Pembayun telah sampai diluar, istana Sang Awet Muda Kangjeng Ratu Kidul, sirna seketika wujud istana dan berganti samudera, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun saat menapaki air laut, bagaikan berjalan ditanah rata, dia berjalan terus. Sesampainya Gusti Kanjeng Ratu Pembayun dipesisir pantai, waspada seketika, manakala melihat siapa yang tengah bertafakur di pantai Parangtritis, jelas terlihat adalah Sang Rama , tak lain adalah Sultan Hamengkubawono. Cepat Gusti Kanjeng Ratu Pembayun berlari, mendekati Sang Rama yang mulia, bersujud dikakinya, lantas mencium tangan. Selesai berbakti, segera duduk bersila takjim.

Setelah itu segera beranjak pulang kedua priyayi (bangsawan) agung, sepanjang jalan Sultan terus menasehati, “ Aku tidak bermaksud menghalangi anakku, kedekatanmu, dengan Ratu Wanita, sesame wanita saling berkasih mesra seperti pasangan suami istri, terserahlah kepadamu, sesungguhnya sudah benar apa yang kamu lakukan sebagai seorang Ratu, namun aku menyarankan, sebatas pertemanan saja antara dua orang Penguasa berbeda alam, sebab dialah yang menjaga pulau Jawa, tak ada salahnya jika dimintai bantuan. Marilah kita pulang ke Mataram, aku ingin mampir sejenak ke istanamu, setelah itu keduanya mempercepat jalan masing-masing, Sultan Hamengkubawono diiringi Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, jalannya secepat kilat, hanya sekejap saja sudah sampai.

Kebumen Ing Soroting Rembulan, 06 Mei 2015

Karena Perempuan, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun Tidak Berhak Jadi Raja Yogyakarta

Lambang Kerajaan Mataram

Lambang Kerajaan Mataram

Masa Depan Kasultanan Yogyakarta Pasca Sri Sultan HB X

Bila Sri Sultan Hamengkubuwono X yang berkuasa di Kasultanan Yogyakarta saat ini lengser atau mengundurkan diri (bila beliau jadi presiden atau wapres RI 2009), Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tidak berhak menjadi penerus tahta. Kekuasaan keluarga Sri Sultan Hamengkubuwono X mestinya habis atau selesai. Sebab ke-5 anak Sri Sultan HB X adalah perempuan. Sesuai tradisi selama ini yang berlaku semenjak jaman Panembahan Senopati yang berkuasa di Kerajaan Mataram sampai masa Kasultanan Yogyakarta dibawah almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX, hanya putera mahkota yang bisa jadi penerus tahta.

Seperti kita ketahui, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang berkuasa di Kasultanan Yogyakarta saat ini adalah anak nomor 2 (dua) dari KRAy Windyaningrum, salah satu dari ke-5 istri almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Kelima istri Sri sultan HB IX adalah sebagai berikut :

1.KRAy Pintokopurnomo, punya 5 (lima) orang anak

2.KRAy Windyaningrum, punya 4 (empat) orang anak, anak ke-2 bernama BRM. Herjunodarpito (KGPH Haji Mangkubumi, SH atau Sri Sultan HB X sekarang ini)

3.KRAy Hastungkoro, punya 6 (enam) orang anak

4.KRAy Ciptamurti, punya 7 (tujuh) orang anak

5.KRAy Norma Nindya Kirana

Saat ini Sri Sultan Hamengkubuwono X tengah mempersiapkan putri pertamanya GRAy Nurmalita Sari atau yang bergelar Gusti Kanjeng Ratu Pembayun untuk menjadi penerus tahta di Kasultanan Yogyakarta menggantikannya. Bila terlaksana, GKR Pembayun akan menjadi Raja perempuan pertama di Kasultanan Yogyakarta ini. Sayang sekali sebagai Raja perempuan pertama dalam sejarah Kerajaan Mataram, kekuasaannya sebagai raja tidak benar-benar utuh karena UU Keistimewaan Yogyakarta akan segera berlaku. Dalam UU ini Raja Yogyakarta hanya sebagai simbol tradisi semata yang tak ada maknanya. Mungkin pemerintah pusat dan DPR perlu menunda UU ini dan memberi kesempatan kepada GKR Pembayun sebagai Raja perempuan pertama untuk membuktikan kemampuannya bahwa sebagai perempuan bisa sukses menjadi Raja dan mencetak sejarah. Perlu dipertimbangkan dengan serius mengenai hal ini

Tapi keputusan Sri Sultan HB X ini sebenarnya di luar kebiasaan dan menyimpang dari tradisi kerajaan yang selama ini di jalani selama ratusan tahun. Bisa dikatakan sebagai keputusan yang lancang dan tidak mengindahkan perasaan pihak lain. Yaitu pihak istri-istri almarhum Sri Sultan HB IX. Bila menganut kebiasaan atau tradisi, tentu KGPH Hadikusumo, SH sebagai saudara satu ayah dengan Sri Sultan HB X tentu lebih berhak menggantikan Sri Sultan HB X daripada GKR Pembayun.

Tapi apabila beliau tetap merasa bahwa GKR Pembayun sebagai puteri pertama tetap berhak menggantikannya, maka saya juga merasa berhak atas tahta Kasultanan Yogyakarta sebagai bagian warisan Kerajaan Mataram. Sesuai dengan Sertifikat Kekancingan keluarga (klik Cerita Ketoprak : Trah Mataram Menggugat), keluarga saya adalah keturunan Panembahan Senopati dari garis GKR Pembayun, anak perempuan pertama Panembahan Senopati. Hanya karena GKR Pembayun perempuan maka ia tidak bisa menggantikan Panembahan Senopati meski telah mengorbankan harga diri dan bertaruh nyawa menundukkan Ki Ageng Mangir.