• My tweets

Karena Perempuan, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun Tidak Berhak Jadi Raja Yogyakarta

Lambang Kerajaan Mataram

Lambang Kerajaan Mataram

Masa Depan Kasultanan Yogyakarta Pasca Sri Sultan HB X

Bila Sri Sultan Hamengkubuwono X yang berkuasa di Kasultanan Yogyakarta saat ini lengser atau mengundurkan diri (bila beliau jadi presiden atau wapres RI 2009), Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tidak berhak menjadi penerus tahta. Kekuasaan keluarga Sri Sultan Hamengkubuwono X mestinya habis atau selesai. Sebab ke-5 anak Sri Sultan HB X adalah perempuan. Sesuai tradisi selama ini yang berlaku semenjak jaman Panembahan Senopati yang berkuasa di Kerajaan Mataram sampai masa Kasultanan Yogyakarta dibawah almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX, hanya putera mahkota yang bisa jadi penerus tahta.

Seperti kita ketahui, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang berkuasa di Kasultanan Yogyakarta saat ini adalah anak nomor 2 (dua) dari KRAy Windyaningrum, salah satu dari ke-5 istri almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Kelima istri Sri sultan HB IX adalah sebagai berikut :

1.KRAy Pintokopurnomo, punya 5 (lima) orang anak

2.KRAy Windyaningrum, punya 4 (empat) orang anak, anak ke-2 bernama BRM. Herjunodarpito (KGPH Haji Mangkubumi, SH atau Sri Sultan HB X sekarang ini)

3.KRAy Hastungkoro, punya 6 (enam) orang anak

4.KRAy Ciptamurti, punya 7 (tujuh) orang anak

5.KRAy Norma Nindya Kirana

Saat ini Sri Sultan Hamengkubuwono X tengah mempersiapkan putri pertamanya GRAy Nurmalita Sari atau yang bergelar Gusti Kanjeng Ratu Pembayun untuk menjadi penerus tahta di Kasultanan Yogyakarta menggantikannya. Bila terlaksana, GKR Pembayun akan menjadi Raja perempuan pertama di Kasultanan Yogyakarta ini. Sayang sekali sebagai Raja perempuan pertama dalam sejarah Kerajaan Mataram, kekuasaannya sebagai raja tidak benar-benar utuh karena UU Keistimewaan Yogyakarta akan segera berlaku. Dalam UU ini Raja Yogyakarta hanya sebagai simbol tradisi semata yang tak ada maknanya. Mungkin pemerintah pusat dan DPR perlu menunda UU ini dan memberi kesempatan kepada GKR Pembayun sebagai Raja perempuan pertama untuk membuktikan kemampuannya bahwa sebagai perempuan bisa sukses menjadi Raja dan mencetak sejarah. Perlu dipertimbangkan dengan serius mengenai hal ini

Tapi keputusan Sri Sultan HB X ini sebenarnya di luar kebiasaan dan menyimpang dari tradisi kerajaan yang selama ini di jalani selama ratusan tahun. Bisa dikatakan sebagai keputusan yang lancang dan tidak mengindahkan perasaan pihak lain. Yaitu pihak istri-istri almarhum Sri Sultan HB IX. Bila menganut kebiasaan atau tradisi, tentu KGPH Hadikusumo, SH sebagai saudara satu ayah dengan Sri Sultan HB X tentu lebih berhak menggantikan Sri Sultan HB X daripada GKR Pembayun.

Tapi apabila beliau tetap merasa bahwa GKR Pembayun sebagai puteri pertama tetap berhak menggantikannya, maka saya juga merasa berhak atas tahta Kasultanan Yogyakarta sebagai bagian warisan Kerajaan Mataram. Sesuai dengan Sertifikat Kekancingan keluarga (klik Cerita Ketoprak : Trah Mataram Menggugat), keluarga saya adalah keturunan Panembahan Senopati dari garis GKR Pembayun, anak perempuan pertama Panembahan Senopati. Hanya karena GKR Pembayun perempuan maka ia tidak bisa menggantikan Panembahan Senopati meski telah mengorbankan harga diri dan bertaruh nyawa menundukkan Ki Ageng Mangir.