• My tweets

Munir Dan Umi Saodah

Siapa yang tak kenal nama Munir di Indonesia. Seorang pejuang dan aktivis HAM yang tewas di racun dalam perjalanannya ke Belanda untuk menuntut ilmu. Arsenik adalah racun yang membuatnya meninggal. Racun yang sudah digunakan sejak ratusan tahun untuk membunuh orang.

Munir memang sudah meninggal. Tapi keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya seperjuangan seolah membuatnya hidup kembali. Mereka adalah aktivis terkenal di Indonesia. Berjuang tanpa kenal lelah bertahun-tahun lamanya menuntut Pemerintah Indonesia mengusut tuntas dalang dan pelaku pembunuhan Munir. Perjuangan mereka seolah mendunia melalui lobi-lobi internasionalnya terutama melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pemerintah Indonesia dan siapapun yang berkuasa di negeri ini benar-benar akan dibuat repot oleh orang yang sudah meninggal ini. Munir benar-benar manusia yang sangat istimewa.

Tetapi, Umi Saodah benar-benar jadi manusia yang tidak beruntung. Dia masih hidup, tetapi seolah sudah mati. Tak seorangpun ramai-ramai memperjuangkannya tanpa kenal lelah untuk menyelamatkan hidupnya. Keluarganya yang sederhana di Semarang tentu tak mampu berbuat banyak. Pemerintah Indonesia yang berkewajiban melindungi warganya tak mampu berbuat banyak bila konflik di Gaza terus berkecamuk begitu dasyat. Umi Saodah memang hanya seorang TKW yang bekerja di Gaza, Palestina selama 8 (delapan) tahun. Dia cuma seorang pembantu rumah tangga. Di penjara karena dituduh mencuri oleh majikannya. Sejak Gaza di serang Israil akhir Desember 2008 sampai hari ini, Umi Saodah belum dapat di evakuasi meski kabarnya sudah tidak di penjara. Gencatan sepihak oleh Israil hari Minggu, tanggal 18 Januai 2009 sebenarnya peluang emas bagi Pemerintah RI untuk membawanya keluar dari Gaza dan pulang ke Indonesia.

Munir dan Umi Saodah. Cerita nyata dari dua komunitas yang berbeda dan seolah terpisah satu sama lain. Disini, manusia tetaplah di pandang dan di perlakukan berbeda. Pejuang, di junjung setinggi langit dan merasa harus menuntut hak-haknya tanpa peduli tanah yang di injaknya dan langit dimana seharusnya dia junjung, runtuh.

Umi Saodah dan keluarganya adalah orang yang amat sederhana. Akhirnya, kepasrahan dan keikhlasan yang akan membimbingnya menjalani hidup yang memang tidak adil ini.